Informasijitu.com_
MUSI RAWAS—Dugaan kuat adanya permainan anggaran dalam proyek rehabilitasi eks kamar mandi dan musala di lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Musi Rawas kian meruncing. Proyek yang dikategorikan rehabilitasi ringan ini menuai sorotan tajam lantaran menelan biaya fantastis, mencapai Rp446.900.000,00 yang bersumber dari APBD Musi Rawas Tahun 2025 (Kode tender LPSE: 10051106000).
Kondisi di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian yang mencolok antara besaran anggaran dengan hasil pekerjaan. Fasilitas yang direhab dinilai jauh dari kata layak, bahkan masih menunjukkan kerusakan seperti keramik pecah dan genangan air, menguatkan dugaan pekerjaan dilakukan asal-asalan.
Kepala Bagian Umum Setda Mura ‘Menghilang’ Di tengah pusaran isu ini, pihak yang paling bertanggung jawab dalam kegiatan teknis, Kepala Bagian Umum Setda Mura, Yuni Aryani, sangat sulit ditemui.
Jejak ‘Sangat Sulit Ditemukan’: Berdasarkan penelusuran media, upaya konfirmasi berulang kali ke kantor yang bersangkutan selalu gagal karena Yuni Aryani disebut ‘lagi keluar’ oleh staf di bagian depan.
Pola Lama Terulang? Kesulitan menemui Yuni Aryani ini bukan kali pertama. Sumber media lain menunjukkan bahwa pejabat tersebut, bahkan sejak menjabat Plt. Kabag Umum, sudah dikenal “alergi” terhadap wartawan dan LSM, menyulitkan fungsi kontrol sosial dan transparansi publik.
Ketidakhadiran dan sikap tertutup Yuni Aryani ini semakin menambah kecurigaan publik terhadap transparansi penggunaan anggaran proyek yang nilainya hampir setengah miliar rupiah tersebut.
Kejanggalan Anggaran: Rehabilitasi Ringan ‘Setengah Miliar’ Proyek ini dinilai tidak wajar dan terkesan dipaksakan dengan indikasi kuat menjadi ajang permainan anggaran.
Aspek Data/Fakta di Lapangan Indikasi Kejanggalan
Nilai Proyek Rp446.900.000,00 (APBD 2025) Terlalu besar untuk kategori rehabilitasi ringan yang hanya mencakup eks kamar mandi dan musala
Kategori Pekerjaan Rehabilitasi Ringan Nilai yang hampir menyentuh setengah miliar seharusnya untuk pembangunan baru atau rehabilitasi skala besar.
Hasil fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan ini tergolong rehabilitasi ringan, bukan pembangunan baru. Kondisi fasilitas yang direhabilitasi pun masih jauh dari layak. Di bagian kamar mandi, terlihat keramik pecah, genangan air di lantai, keran rusak, serta plafon yang bolong. Kondisi tersebut memperkuat dugaan bahwa pekerjaan rehabilitasi dilakukan asal-asalan dan tidak mencerminkan penggunaan anggaran hingga ratusan juta rupiah.
Pola Pengadaan Penggabungan dua pekerjaan skala kecil (kamar mandi dan musala) dalam satu paket besar. Pola ini rentan digunakan untuk memperluas ruang permainan nilai proyek dan menyulitkan pengawasan publik terhadap rincian per kegiatan.
Proyek ini menjadi sorotan serius dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan guna membongkar dugaan korupsi dan memastikan akuntabilitas penggunaan dana rakyat.
Admin : Andika Saputra


















