Informasijitu.com_
LUBUKLINGGAU – Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-24 Kota Lubuklinggau yang seharusnya sakral dan penuh marwah, Jumat (17/10/2025), ternoda oleh aksi tak biasa: 10 Anggota DPRD Lubuklinggau mangkir dari Rapat Paripurna Istimewa!
Kehadiran Gubernur Sumsel H. Herman Deru dan Walikota Lubuklinggau H. Rachmat Hidayat tak mampu membuat barisan wakil rakyat ini utuh. Paripurna yang dibuka Ketua DPRD H. Yulian Effendi—yang ironisnya menjadi satu-satunya perwakilan dari Fraksi Golkar yang hadir—tercatat kehilangan anggota dari dua fraksi besar, yakni Golkar dan PDI Perjuangan, ditambah satu anggota dari Gerindra.
Ketidakhadiran H. Odi Rafles, Reza Ashabul Kahfi, Boy Gega, Ernaldi Effendi, dan Winasta Ayu Duri (Golkar), Hambali Lukman, Wansari, Sherly Olivia Utari, dan Arie Pringgayudha (PDI Perjuangan), serta Muhammad Amin (Gerindra) ini sontak memicu desas-desus tajam.
Benarkah Absennya 10 Anggota DPRD adalah ‘Hukuman’ Karena Lobi Buntu?
Informasi yang beredar kencang di internal Kesekretariatan DPRD Lubuklinggau menyebut ketidak hadiran para legislator ini ditenggarai gagalnya ‘lobi-lobi’ antara Walikota selaku pihak eksekutif dan legislatif. Sebuah isu yang jika terbukti, mengindikasikan adanya ketegangan politik akut di tengah momentum perayaan daerah.
Namun, Sekretariat DPRD (Sekwan) Kota Lubuklinggau buru-buru menangkis tudingan sensitif tersebut. Melalui Kabag Persidangan, Muhammad Rifqi, pihak DPRD berdalih ketidakhadiran massal itu hanya disebabkan alasan klise.
“Ada yang izin, ada yang sakit, ada yang belum konfirmasi sampai acara paripurna mulai,” jelas Rifqi, Jumat (17/10/2025).
Lebih lanjut, Rifqi secara tegas menyatakan pihaknya sama sekali tidak tahu menahu mengenai isu lobi-lobi buntu yang beredar. “Nah, kalau ini di luar sepengetahuan kami. Kayaknya juga tidak ada yang dilobi,” tambahnya.
Penjelasan dari Sekwan ini seolah berusaha meredam gejolak. Namun, keganjilan absensi 10 anggota dari tiga fraksi—termasuk fraksi terbesar—pada acara sesakral HUT Kota, tetap menyisakan pertanyaan besar: Apakah alasan ‘izin’ dan ‘sakit’ cukup untuk menutupi retaknya komunikasi politik antara eksekutif dan legislatif di Lubuklinggau?
Editor : Andika saputra


















