Informasijitu.com_
LUBUKLINGGAU – Ada yang hilang dari jantung Kota Lubuklinggau. Lapangan Merdeka, atau yang sempat akrab disapa “Taman Kurma,” kini tak lagi menyapa warga dengan gemericik kolam air mancur ataupun pendar lampu hias yang menenangkan di malam hari.
Ikon kota yang dulu dibanggakan sebagai simbol keindahan itu kini telah sirna. Wajah manis taman itu telah rata dengan tanah, berganti menjadi hamparan debu dan deru kasar alat berat yang meraung, menandakan dimulainya kembali siklus “bongkar-pasang” di tahun 2025. Sebuah pemandangan yang menyayat hati bagi mereka yang menyaksikan bagaimana uang rakyat miliaran rupiah seolah tak berbekas, tertimbun di bawah proyek baru. Namun apakah ada yang berpikir dalam MASYAKAT kota Lubuklinggau Linggau yang masih banyak hal yang penting baik infrastruktur ataupun yang lainnya
Miliaran Rupiah di Atas Reruntuhan
Tahun 2025 menjadi saksi bisu gelontoran dana yang fantastis untuk mengubah kembali lanskap yang sebenarnya belum usang. Di tengah situasi ekonomi yang tak menentu, dua proyek raksasa justru berjalan beriringan di atas satu lokasi, menelan anggaran total lebih dari Rp 5,4 Miliar.
Papan informasi proyek yang terpampang kaku di lokasi seolah menjadi nisan bagi bangunan lama:
Revitalisasi Taman Kurma Tahap II Nilai: Rp 3.493.103.000,- (APBD Kota Lubuklinggau T.A 2025) Pelaksana: CV. Rahmad Wijaya Abadi
Catatan Pilu: Tertulis waktu pelaksanaan “1 Hari Kalender”—sebuah kesalahan tulis administratif yang fatal, seolah menggambarkan betapa terburu-burunya proyek ini dikerjakan.
Pembangunan Food Court Merdeka Nilai: Rp 1.993.180.000,- (Ban-Gub Prov. Sumsel) Pelaksana: CV. Laksana Jaya Konstruksi
Tangis Warga di Balik Pagar Proyek
Bagi warga Lubuklinggau, ini bukan sekadar soal semen dan batu bata. Ini soal kenangan yang dihancurkan paksa. Keindahan ornamen pohon kurma dan kolam yang dibangun dengan biaya mahal itu kini lenyap tak tersisa, tergantikan oleh material bangunan yang dingin.
Di sudut lokasi proyek, seorang warga menatap nanar ke arah alat berat yang bekerja. Suaranya terdengar lirih, mewakili kepedihan banyak orang.
“Dulu lampu-lampunya indah, kolamnya bagus untuk kami melepas lelah. Sekarang? Dihancurkan lagi. Uang miliaran itu bukan daun yang tinggal pungut, itu uang rakyat… Apa setiap ganti tahun, kenangan kami harus diratakan dengan tanah?” ujarnya, menolak menyebutkan nama, seolah takut suaranya akan hilang ditelan bisingnya proyek.
Pertanyaan itu menggantung di udara. Apakah Kota Lubuklinggau sudah begitu berlimpah harta hingga renovasi berulang di titik yang sama menjadi kewajaran? Sementara di sudut kota yang lain, mungkin ada jalan berlubang atau sekolah rusak yang merindukan sentuhan anggaran serupa.
Menunggu dalam Ketidakpastian
Hingga berita ini ditulis, tumpukan material dan kerangka besi mulai mendominasi pandangan, menggantikan ruang terbuka hijau yang dulu menjadi nafas kota. Masyarakat kini hanya bisa menunggu dalam diam dan skeptis. Menunggu wujud baru dari Food Court dan Revitalisasi Tahap II ini selesai. Namun, luka akibat hilangnya aset “Taman Kurma” yang lama akan tetap membekas.
Di balik megahnya rencana pembangunan ini, terselip sebuah tanya yang getir: Untuk siapakah sebenarnya proyek abadi ini dipersembahkan? Untuk kebahagiaan rakyat, atau sekadar monumen ambisi yang melupakan prioritas?
Waktu akan berjalan, bangunan baru akan berdiri, namun nilai uang rakyat yang telah hancur menjadi puing tak akan pernah kembali.
Admin : Andika Saputra


















