Informasijitu.com_
Lubuklinggau – Aroma mulai menyengat muncul di publik Puskesmas Simpang Periuk dengan Anggaran ratusan juta rupiah pada tahun 2024 yang seharusnya menjadi penopang layanan kesehatan masyarakat justru menimbulkan tanda tanya besar.
Di atas kertas pada tahun 2024 lalu dana itu dialokasikan untuk program-program mulia: pelayanan ibu hamil, gizi masyarakat, surveilans kesehatan, hingga penanganan penyakit menular dan tidak menular. Namun, fakta di lapangan justru jauh panggang dari api. Pertanyaan publik sederhana: ke mana sebenarnya uang rakyat itu mengalir?
Dokumen resmi menyebut, mayoritas pos belanja dikucurkan untuk belanja operasi, khususnya barang dan jasa. Tapi ketika diminta transparansi, Kepala Puskesmas Simpang Periuk, Titin Wuryaningsih, memilih diam. Saat dikonfirmasi, jawabannya justru terkesan mengelak.
“Waalaikumsalam, maaf lagi kegiatan zoom,” ujarnya singkat.
Sikap bungkam itu malah menambah kecurigaan. Publik bertanya-tanya, bila anggaran benar digunakan sebagaimana mestinya, kenapa harus sembunyi-sembunyi?
Seorang aktivis bahkan melontarkan kritik pedas:
“Kalau memang jelas dan bersih, kenapa harus diam? Kenapa tidak berani buka data?” ujarnya dengan nada geram.
Lebih memprihatinkan lagi, data realisasi anggaran justru menunjukkan kejanggalan. Ada pos belanja yang membengkak, ada pula yang mandek tak terserap. Alih-alih memperlihatkan transparansi, data tersebut justru menguak betapa amburadulnya pengelolaan anggaran di tubuh puskesmas.
Kini masyarakat menunggu langkah tegas Dinas Kesehatan dan aparat pengawas. Sebab, transparansi bukan pilihan, melainkan kewajiban. Setiap rupiah uang rakyat wajib dipertanggungjawabkan.
Publik tidak butuh jawaban singkat, tidak butuh laporan setumpuk kertas, apalagi alasan klise. Yang dibutuhkan adalah layanan kesehatan nyata. Jika anggaran jumbo yang digelontorkan itu tidak mampu menghadirkan manfaat bagi masyarakat, wajar jika publik menuding ada lubang hitam dalam pengelolaan dana kesehatan di Puskesmas Simpang Periuk.
Satu hal pasti: bungkamnya kepala puskesmas hanya memperpanjang spekulasi. Apakah ini sekadar kelalaian, atau justru ada sesuatu yang sengaja ditutupi?
Editor: Andika Saputra