Informasijitu.com-
Lubuklinggau – Mencuatnya kasus dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, menjadi tamparan keras bagi masyarakat sekaligus menodai semangat transparansi yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah. Bagaimana tidak, di tengah upaya efisiensi anggaran untuk pembangunan daerah, justru muncul praktik penjarahan uang rakyat hingga miliaran rupiah.
Kasus ini bukan sekadar penyalahgunaan wewenang, melainkan pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Bahkan, indikasi proyek fiktif dengan nilai fantastis, yakni Rp3 miliar dari anggaran tahun 2022 dan Rp2 miliar dari anggaran 2023, kian memantik tanda tanya serius mengenai lemahnya sistem pengawasan di tubuh Dinas PUPR Kota Lubuklinggau.
Ketua DPD Laskar Anti Korupsi Pejuang 45, Ahlul Fajri, dengan lantang menyuarakan keprihatinannya. “Menanggapi pemberitaan di beberapa media akhir-akhir ini, saya merasa geram dan sangat prihatin. Jalan yang dimaksud adalah Jalan Kayu Merbau Kelurahan Tabah Lestari. Itu jalan yang setiap hari saya lalui, dan faktanya memang rusak parah. Padahal anggaran yang sudah dikucurkan melalui APBD Kota Lubuklinggau tidak sedikit, mencapai Rp5 miliar,” ungkapnya.
Menurut Ahlul, kondisi ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan di Kota Lubuklinggau. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin proyek fiktif yang berpotensi merugikan negara bisa lolos dari mekanisme pemeriksaan dan verifikasi anggaran yang seharusnya ketat.
“Bisa jadi lemahnya pengawasan internal di Dinas PUPR menjadi faktor utama penyebab terjadinya korupsi. Pengawasan internal seharusnya menjadi garda terdepan mencegah penyimpangan. Kalau pengawasan lemah, peluang korupsi semakin terbuka lebar,” tegas Ahlul.
Lebih jauh, ia juga menyoroti peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Daerah yang dianggap perlu dievaluasi. “Apakah audit yang dilakukan sudah efektif? Apakah rekomendasi BPK benar-benar ditindaklanjuti? Ini pertanyaan serius yang harus dijawab. Kami mendesak BPK Sumsel dan aparat penegak hukum (APH) turun tangan,” tambahnya.
Ahlul menegaskan, audit investigasi secara menyeluruh terhadap proyek-proyek di bawah Dinas PUPR dalam beberapa tahun terakhir menjadi langkah mendesak. “Tujuannya bukan hanya untuk mengungkap potensi penyimpangan lain, tetapi juga memperbaiki sistem pengawasan agar praktik korupsi tidak terus berulang,” katanya.Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas, khususnya dalam proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP). “Sistem lelang harus benar-benar terbuka. Jangan ada lagi proyek arahan. Masyarakat juga perlu diberi akses luas untuk memantau penggunaan anggaran pembangunan. Dengan partisipasi aktif masyarakat, potensi korupsi dapat diminimalkan,” tutupnya dengan tegas.
Editor : Andika saputra