Informasjitu.com _
Musi Rawas _ Sekretariat DPRD Musi Rawas harus ,Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik merupakan fondasi utama pemerintahan yang bersih. Dalam konteks pengawasan terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), beberapa kegiatan yang melibatkan anggaran besar perlu mendapatkan perhatian serius. Berikut ini merupakan analisis terhadap tiga kegiatan DPRD yang menyedot perhatian publik dari segi alokasi dan realisasinya. Hingga di duga jadi ajang korupsi ,
Dimana kegiatan tahun 2024 lalu berdasarkan Audit BPK , menjadi temuan DPRD kabupaten menganggarkan 1. Publikasi dan Dokumentasi DPRD – Rp 1.875.704.690,00
Kegiatan publikasi dan dokumentasi DPRD memegang peranan penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai kinerja legislatif. Dengan pagu anggaran sebesar Rp 1.875.704.690,00, muncul pertanyaan penting: Apakah semua media yang digunakan untuk publikasi adalah sah dan berbadan hukum?
Berdasarkan penelusuran, publikasi yang dimaksud mencakup media cetak dan online baik berskala lokal maupun nasional. Namun, belum ada kejelasan apakah seluruh media yang menerima anggaran tersebut telah memenuhi persyaratan legalitas, seperti:
Terdaftar di Dewan Pers, Mempunyai badan hukum resmi (PT atau Yayasan Pers), Mempunyai wartawan bersertifikat (UKW), Dan menjalankan aktivitas jurnalistik yang terverifikasi.
Tanpa transparansi mengenai daftar media yang digunakan, publik patut mempertanyakan efektivitas dan akuntabilitas dana yang telah dikeluarkan. Terlebih lagi jika ditemukan adanya media abal-abal atau media tidak aktif yang tetap menerima anggaran publikasi.
2. Fasilitas Rapat Koordinasi dan Konsultasi – Realisasi Rp 2.168.506.605,00
Rapat koordinasi dan konsultasi merupakan kegiatan rutin yang penting dalam pelaksanaan fungsi legislatif. Namun, realisasi anggaran sebesar Rp 2.168.506.605,00 menimbulkan tanda tanya: Apakah semua peserta yang tercantum dalam daftar hadir benar-benar hadir, atau ada dugaan pemalsuan tanda tangan?
Dugaan ini mengemuka dari hasil observasi terhadap dokumen kehadiran dan perbandingan jumlah konsumsi yang dibelanjakan. Indikasi yang mengarah pada praktik manipulatif seperti:
Tanda tangan yang seragam atau mirip satu sama lain (indikasi pemalsuan),Ketidaksesuaian antara jumlah konsumsi dan peserta, Absennya dokumentasi visual kegiatan (foto, video, notulen lengkap),
menunjukkan perlunya audit lebih lanjut terhadap kegiatan ini. Jika terbukti, praktik tersebut termasuk dalam kategori penyalahgunaan anggaran dan pelanggaran administrasi berat.
3. Belanja Makanan dan Minuman Rapat – Realisasi Rp 841.100.000,00 ,Pengeluaran untuk konsumsi dalam kegiatan rapat DPRD terbagi dalam dua skema:
E-Katalog: Rp 228.600.000,00
Pencatatan Non Tender: Rp 612.500.000,00
Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya dugaan markup harga dan ketidaksesuaian dengan tertib administrasi. Beberapa temuan yang mencuat antara lain:
Harga satuan makanan dan minuman yang lebih tinggi dari harga pasar (markup), Ketidaksesuaian jumlah paket konsumsi dengan daftar hadir, Dokumen pendukung yang tidak lengkap, seperti bukti serah terima atau kuitansi fiktif,
Pemilihan penyedia makanan yang tidak melalui proses administrasi yang benar (pada sistem non-tender).
Hal ini tidak hanya mencederai prinsip efisiensi anggaran, tetapi juga menyalahi prinsip tertib administrasi keuangan negara. Jika tidak segera ditindaklanjuti, potensi kerugian negara akibat pemborosan dan manipulasi anggaran akan terus berlanjut.
Kesimpulan
Ketiga kegiatan DPRD tersebut menunjukkan adanya celah dalam pengelolaan anggaran yang patut dipertanyakan secara hukum dan etika. Publik memiliki hak untuk mengetahui ke mana arah penggunaan anggaran daerah, terlebih ketika anggaran tersebut mencapai miliaran rupiah. Oleh karena itu, pengawasan dari lembaga audit seperti BPK, aparat penegak hukum, serta partisipasi masyarakat sangat penting untuk memastikan adanya transparansi, efektivitas, dan integritas dalam tata kelola keuangan daerah.
Editor : Andika Saputra